Situasi aksi Aliansi BEM se-Jayapura di Auditorium Uncen, Rabu, 16/11/2022 lalu. |
Jayapura, CekFakta - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat membantah pernyataan resmi dikeluarkan AKBP Victor Mackbon Kapolresta Jayapura kota yang menuding keikutsertaan KNPB dalam Aksi damai Aliansi BEM Se-Jayapura Rabu(16/11/2022) beberapa hari yang lalu.
"Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Jayapura kota, AKBP Victor Mackbon hentikan memfitnah dan mengkambing hitamkan KNPB".
Hal ditegaskan Ones Suhuniap, Jubir Nasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pusat kepada Cekfakta, Jumat (18/11/2022).
Sebelumnya seperti yang diberitakan media Tribun Papua, dalam pernyataan resminya, AKBP Victor Mackbon Kapolresta Jayapura kota mengatakan aksi unjuk rasa anarkis kemarin disusupi oleh KNPB.
"Dari kejadian aksi unjuk rasa yang sempat ricuh dan anarkis kemarin, informasi yang didapat bahwa kejadian tersebut disusupi oleh kelompok KNPB, tidak semuanya mahasiswa tapi aliansi-aliansi KNPB yang masuk didalamnya," kata AKBP Victor Mackbon mengutip dari Tribun Papua.
Ones mengatakan KNPB secara organisasi tidak ikut terlibat dalam aksi demo Damai yang dilakukan Aliansi BEM Se-Jayapura menolak pelaksanaan KTT G20 di Denpasar Bali.
"Aksi yang dilakukan BEM Se-Jayapura adalah murni dari mahasiswa menolak pelaksanaan KTT-G20 di Denpansar Bali, dengan melihat berbagai ancaman investasi dan eksplorasi SDA yang nantinya akan berdampak langsung terhadap masyarakat adat."
Ones juga menegaskan pernyataan Kapolres kota Jayapura dalam media adalah kebohongan dirinya dalam menutupi kekerasan anggotanya terhadap mahasiswa saat aksi demo Damai.
"Mari kita lihat realitas, siapa yang sebenarnya aktor kekerasan di Papua? apakah KNPB atau militer Indonesia?
Kita bisa lihat Statement kapolres itu sama dengan lempar batu sembunyi tangan.
"Kapolres memainkan opini publik dan hoax untuk menutupi kejahatan dan pembungkaman ruang demokrasi, yang berdampak pada kekerasan terhadap peserta demo dalam pembubaran paksa," kata Ones sambungnya.
Ones menambahkan Pembungkaman ruang demokrasi, pembatasan dan pelarangan terhadap kebebasan berpendapat oleh aparat kepolisian menjadi penyebabnya, sehingga selalu terjadi kerusuhan dan kekerasan fisik terhadap mahasiswa.
"Kalau saja polisi tidak bungkam ruang demokrasi dan memberikan akses kepada mahasiswa pergi menyampaikan pendapatnya di kantor DPRP, kekerasan yang berujung penangkapan ke-7 mahasiswa, pembuangan gas air mata dan tembakan peluru, tidak mungkin terjadi," ujarnya.
Ones juga mengatakan Kekerasan dan pembungkaman masih menjadi solusi bagi aparat kepolisian di Papua. Mirisnya, mereka (Polisi), tidak pernah disalahkan dan selalu dilindungi oleh institusi lalu yang jadi korban adalah mahasiswa dan aktivis Papua.
Bahkan dalam penegakkan hukum dan keadilan,Ones mengatakan, selalu tebang pilih, dan diskriminatif. Sementara institusi negara melindungi oknum-oknum yang terus melakukan kekerasan dan kejahatan terhadap mahasiswa dan rakyat Papua.
Sambung Ones mengatakan, keberadaan kepolisian di Papua bukan untuk melindungi dan mengayomi rakyat Papua namun justru yang terjadi adalah pihak aparat kepolisian jadi aktor kekerasan di Papua.
"Polisi tidak pernah mengedepankan nilai nilai Humanisme pendekatan persuasif dan pendekatan dialogis, akibatnya mahasiswa yang sedang melakukan aksi damai ataupun lainnya, selalu jadi korban kekerasan dan berujung pembubaran dan penangkapan pihak aparat,"ungkapnya.
Ones juga meminta kepada Kapolres Jayapura kota supaya membebaskan dua mahasiswa yang masih ditahan dan menghentikan upaya kriminalisasi terhadap mahasiswa dan aktivis Papua.
"Kami meminta kepolisian Polda Papua dan kapolres kota jayapura hentikan Kriminalisasi aktivis mahasiswa yang ditangkap dan segera membebaskan."
Kapolres kota Jayapura segera bebaskan tanpa syarat terhadap Aktivis Mahasiswa sekaligus pengurus BEM yang mengakomodir demo Damai pada 16 November 2022 lalu," tutupnya. (Badii Jheff)
Tags
Politik