Serangan yang diluncurkan pada Minggu (27/6) itu dilaporkan menewaskan sedikitnya tujuh militan.
"Kami mengutuk serangan udara AS yang menargetkan sebuah fasilitas di perbatasan Irak-Suriah tadi malam," kata al-Kadhemi, Senin (28/6) seperti dikutip dari AFP.
"Serangan itu merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan dan keamanan nasional Irak, dan tidak dapat diterima."
Serang itu juga memicu seruan balas dendam dari faksi bersenjata Irak.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan AS John Kirby mengatakan tiga fasilitas militer yang digunakan oleh milisi yang didukung Iran diserang pada Minggu malam.
"Atas perintah Presiden Joe Biden, militer AS melancarkan serangan udara ke fasilitas yang digunakan kelompok milisi yang didukung Iran di perbatasan Irak-Suriah," ujar Kirby.
Militer AS menyatakan bahwa mereka menggencarkan gempuran dari udara ini untuk membalas serangan drone milisi ke personel mereka di Irak.
Baca Juga: Rusia Kembali Berhasil Uji Coba Rudal Balistik Antarbenua
Mereka menargetkan fasilitas penyimpanan senjata dan operasional di dua lokasi di Suriah dan satu titik di Irak.
Menurut militer AS, fasilitas-fasilitas yang menjadi target serangan merupakan milik sejumlah milisi pro-Iran, termasuk Kataib Hizbullah dan Kataib Sayyid al-Shuhada.
Serangan tersebut menimbulkan kekhawatiran eskalasi baru antara Teheran dan Washington di tengah upaya menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran.
Ini merupakan serangan kedua AS ke kawasan Timur Tengah di bawah perintah Presiden Joe Biden.
Biden pertama kali memerintahkan serangan udara ke milisi yang didukung Iran di Suriah pada Februari lalu, sekitar sebulan setelah ia dilantik menjadi presiden.
Saat itu, militer juga menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan balasan atas serangan roket yang menghantam pangkalan militer AS di Irak beberapa pekan sebelumnya.
( Utuma )